Nov 16, 2011 |
Asy Syariah Edisi 029 |
(ditulis oleh:
Al-Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi Lc.)
“Sedikit tapi
cukup lebih baik daripada banyak tapi tak pernah merasa cukup”. Jika dikaitkan
dengan masa yang “serba sulit” ini, ungkapan bijak di atas memang terasa
relevan. Maklumlah, banyak dari kita yang kurang mensyukuri rizki yang
diberikan Allah, malah justru kerap berkeluh kesah. Parahnya, jalan pintas lah
yang kemudian ditempuh untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Kehidupan Dunia
dan Segala Tantangannya
Kehidupan dunia
merupakan medan tempaan dan ujian (darul ibtila`). Siapapun yang menjalaninya
pasti akan merasakan tempaan dan ujian tersebut. Demikianlah, Allah l Dzat Yang
Maha Adil lagi Maha Bijaksana menghendakinya. Sebagaimana dalam firman-Nya l:
ألم.
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لاَ يُفْتَنُونَ
“Alif Laam Miim.
Apakah manusia mengira untuk dibiarkan berkata: ‘Kami telah beriman’ sedangkan
mereka tidak diberi ujian?” (Al-’Ankabut: 1-2)
Tempaan dan
ujian itu sendiri beragam bentuknya. Adakalanya dalam bentuk ketakutan,
terkadang pula dalam bentuk kelaparan, kekurangan harta (kemiskinan),
kekurangan jiwa (ditinggal wafat orang-orang yang dicintai), dan kekurangan
buah-buahan (bahan makanan). Ini semua mengingatkan kita akan firman Allah l:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ
بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ اْلأَمْوَالِ وَاْلأَنْفُسِ
وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
“Dan sungguh
akan Kami berikan ujian kepada kalian, dalam bentuk sedikit dari ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar
gembira kepada orang-orang yang bersabar.” (Al-Baqarah: 155)
Asy-Syaikh
Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di t berkata: “Allah l mengabarkan (dalam ayat
ini, pen.) bahwasanya Dia akan memberikan aneka macam ujian kepada para
hamba-Nya, agar nampak jelas (di antara para hamba tersebut) siapakah yang
jujur (dalam keimanannya) dan siapa pula yang berdusta, siapakah yang selalu
berkeluh-kesah dan siapa pula yang bersabar. Demikianlah sunnatullah. Karena,
manakala keadaan suka semata yang selalu mengiringi orang yang beriman tanpa
adanya tempaan dan ujian, maka akan muncul ketidakjelasan (militansinya, pen.).
Dan ini tentunya bukanlah suatu hal yang positif. Sementara hikmah Allah
menghendaki adanya sinyal pembeda antara orang-orang yang baik (ahlul khair)
dan orang-orang yang jahat (ahlusy syar). Itulah fungsi dari tempaan dan ujian,
bukan dalam rangka melenyapkan keimanan orang-orang yang beriman dan bukan pula
untuk menjadikan mereka murtad. Sesungguhnya Allah l tidak akan menyia-nyiakan
keimanan para hamba-Nya yang beriman.” (Taisirul Karimirrahman, hal. 58)
Para pembaca
yang mulia, siapakah orang yang sukses di kala tempaan dan ujian
menghampirinya? Orang yang sukses adalah orang yang bersabar di kala tempaan
dan ujian itu menghampirinya. Hatinya tabah dan ridha dengan segala yang Allah
l taqdirkan. Keimanannya pun tak menjadi surut karenanya. Sementara lisannya
jauh dari keluh-kesah, bahkan bibirnya senantiasa dibasahi oleh lantunan:
إِنَّا
لِلهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
“Sesungguhnya
kami milik Allah dan hanya kepada-Nya kami dikembalikan.”
Sebagaimana
firman Allah l:
وَبَشِّرِ
الصَّابِرِينَ. الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ
وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
“Dan berikanlah
kabar gembira kepada orang-orang yang bersabar. (Yaitu) orang-orang yang
apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: ‘Inna lillahi wa innaa ilaihi
raji’un (Sesungguhnya kami milik Allah dan hanya kepada-Nya kami
dikembalikan)’.” (Al-Baqarah: 155-156)
Tahukah anda,
pahala apakah yang Allah l karuniakan kepada orang-orang yang bersabar itu?
Simaklah firman Allah l berikut ini:
أُولَئِكَ
عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ
“Mereka itulah
orang-orang yang mendapatkan barakah yang sempurna dan rahmat dari Rabb mereka,
dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk (dari Allah l, pen).”
(Al-Baqarah: 157)
Para pembaca
yang mulia, mutiara-mutiara hikmah yang terkandung dalam firman Allah l di atas
merupakan prinsip utama bagi seorang muslim yang mendambakan ridha ilahi, baik
di dunia maupun di akhirat. Sehingga, sudah seyogyanya bagi kita semua untuk
senantiasa bersabar manakala ditempa ujian dan cobaan dari Allah l, serta
berhati-hati dalam menjalani kehidupan dunia ini. Termasuk di dalam mencari
rizki yang halal di tengah krisis ekonomi dan keterpurukan moral, yang
merupakan salah satu tonggak keberkahan hidup yang sedang kita jalani ini.
Nas`alullahas salamata wal ‘afiyah (Kita memohon keselamatan dan kesehatan kepada
Allah l).
Menyoroti Sebuah
Fenomena
Para pembaca
yang mulia, setelah kita mengetahui bahwa kehidupan dunia ini adalah medan
tempaan dan ujian (darul ibtila`), marilah kita merenung sejenak menyoroti
fenomena hiruk pikuknya umat manusia dalam mencari rizki dan mata
pencahariannya, khususnya di tengah krisis ekonomi dan keterpurukan moral
dewasa ini. Agar kiranya menjadi bahan evaluasi dan koreksi diri; apakah kita
termasuk orang-orang yang bersabar dan berhati-hati dalam menjalani kehidupan
dunia ini, ataukah justru sebaliknya?
Cobalah anda
perhatikan, bukankah di tengah hiruk pikuk itu ada beraneka macam orang? Di
antara mereka ada yang berpandangan bahwasanya ‘time is money’ (waktu adalah
uang). Ambisinya untuk menumpuk harta pun amat besar, sehingga segenap waktu
dan umurnya hanya dipergunakan untuk mengais rizki. Sungguh benar apa yang
diberitakan Baginda Rasul n:
لَوْ
كَانَ لاِبْنِ آدَمَ وَادِيَانِ مِنْ مَالٍ لاَبْتَغَى ثََالِثًا، وَلاَ يَمْلَأُ
جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ التُّرَابُ، وَيَتُوبُ اللهُ عَلَى مَنْ تَابَ
“Kalaulah anak
Adam (manusia) telah memiliki dua lembah dari harta, niscaya dia masih
berambisi untuk mendapatkan yang ketiga. Padahal (ketika ia berada di liang
kubur) tidak lain yang memenuhi perutnya adalah tanah, dan Allah Maha
Mengampuni orang-orang yang bertaubat.” (HR. Al-Bukhari dalam Shahih-nya no.
6436, dari sahabat Abdullah bin Abbas z)
Tak ayal bila
aktivitasnya itu kemudian melalaikannya dari mengingat Allah l (dzikrullah),
shalat lima waktu maupun kewajiban lainnya. Lebih miris lagi, manakala semua
itu dilaluinya tanpa beban sedikit pun dan tanpa ada perasaan takut sama sekali
akan adzab Allah l. Tidakkah mereka ingat akan ancaman Allah l:
ذَرْهُمْ
يَأْكُلُوا وَيَتَمَتَّعُوا وَيُلْهِهِمُ اْلأَمَلُ فَسَوْفَ يَعْلَمُونَ
“Biarkanlah mereka
(di dunia ini) makan dan bersenang-senang serta dilalaikan oleh angan-angan
(kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat dari perbuatan mereka
itu).” (Al-Hijr: 3)
Di antara hiruk
pikuk itu pun ada orang-orang yang gelap mata dan buta hati dalam mencari
rizki. Mereka tak lagi memerhatikan mana yang halal dan mana yang haram,
sehingga nyaris jiwa dan raganya (juga keluarganya) tumbuh dari harta syubhat
bahkan dari harta haram. Na’udzu billah min dzalik.
Namun demikian,
di antara hiruk pikuk itu, tetap masih ada orang-orang yang konsisten dalam
menjaga jati dirinya sebagai insan yang bertakwa. Sebagaimana yang Allah l
sebutkan dalam firman-Nya:
رِجَالٌ
لاَ تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلاَ بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللهِ وَإِقَامِ الصَّلاَةِ
وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ
وَاْلأَبْصَارُ. لِيَجْزِيَهُمُ اللهُ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا وَيَزِيدَهُمْ مِنْ
فَضْلِهِ وَاللهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Orang-orang
dari kaum lelaki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) jual
beli dari mengingat Allah l, dan (dari) mendirikan shalat, dan (dari)
menunaikan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan
penglihatan menjadi bergoncang (yakni hari kiamat). (Mereka mengerjakan yang
demikian itu) supaya Allah l memberi balasan kepada mereka (dengan balasan)
yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan, dan supaya Allah l menambahkan
karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah l memberi rizki kepada siapa yang
dikehendaki-Nya tanpa batas.” (An-Nur: 37-38)
Al-Hafizh Ibnu
Katsir t ketika menjelaskan ayat di atas mengatakan: “Allah l menyebutkan
bahwasanya mereka adalah orang-orang yang tidak dilalaikan dunia dan segala
perhiasannya, dan (tidak dilalaikan pula) oleh manisnya perniagaan serta segala
labanya, dari mengingat Allah l sang Pencipta dan Pemberi rizki mereka.
Sebagaimana pula mereka adalah orang-orang yang menyadari bahwasanya apa yang
ada di sisi Allah l jauh lebih mulia dan lebih bermanfaat dari apa yang mereka
miliki. Karena (mereka yakin) bahwa apa yang mereka miliki itu pasti sirna,
sedangkan apa yang ada di sisi Allah l adalah kekal abadi.” (Tafsir Ibnu
Katsir)
Jenis mata
pencaharian itu sendiri memang bermacam-macam. Ada dari jenis yang halal,
syubhat, dan ada yang diharamkan oleh Allah l serta Rasul-Nya. Di antara jenis
yang diharamkan oleh Allah l dan Rasul-Nya adalah riba dengan segala bentuknya.
Allah l berfirman:
الَّذِينَ
يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ
الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ
الرِّبَا وَأَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ
مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللهِ وَمَنْ عَادَ
فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ. يَمْحَقُ اللهُ الرِّبَا
وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ. إِنَّ
الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَأَقَامُوا الصَّلاَةَ وَآتَوُا
الزَّكَاةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ
هُمْ يَحْزَنُونَ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَذَرُوا مَا
بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ. فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا
فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ
أَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلِمُونَ وَلاَ تُظْلَمُونَ
“Orang-orang
yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri (ketika dibangkitkan dari
kuburnya, pen.) melainkan seperti berdirinya orang yang kerasukan setan
lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, disebabkan
mereka (berpendapat), sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba, padahal
Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang
telah sampai kepadanya larangan dari Allah, lalu terus berhenti (dari mengambil
riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan),
urusannya (terserah) Allah l. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka
orang itu adalah penghuni An-Nar; mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan
riba dan menyuburkan shadaqah. Dan Allah tidak suka terhadap orang yang tetap
di atas kekafiran dan selalu berbuat dosa. Sesungguhnya orang-orang yang
beriman, mengerjakan amal shalih, mendirikan shalat dan menunaikan zakat,
merekalah orang-orang yang mendapat pahala di sisi Rabb mereka. Tiada
kekhawatiran pada diri mereka dan tiada (pula) mereka bersedih hati. Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
(yang belum dipungut) jika kalian benar-benar orang yang beriman. Jika kalian
masih keberatan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan
Rasul-Nya akan memerangi kalian. Dan jika kalian bertaubat (dari pengambilan
riba), maka bagi kalian pokok (modal) harta; kalian tidaklah menganiaya dan
tidak (pula) dianiaya.” (Al-Baqarah: 275-279)
Demikian pula
memakan harta orang lain dengan cara yang batil, terkhusus dalam arena jual
beli. Allah l berfirman:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ
إِلاَّ أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
“Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan
yang batil, kecuali dengan jalan perdagangan yang berlaku di atas asas saling
meridhai di antara kalian.” (An-Nisa`: 29)
Tak ketinggalan
pula praktik penipuan, yang terkadang lewat jalur hukum, dalam kondisi
pelakunya sadar bahwa ia sedang berbuat aniaya terhadap sesamanya. Allah l
berfirman:
وَلاَ
تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى
الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِاْلإِثْمِ
وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan janganlah
sebagian kalian memakan harta sebagian yang lain dengan jalan yang batil dan
(janganlah) kalian membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kalian dapat
memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa,
padahal kamu mengetahui.” (Al-Baqarah: 188)
Perjudian dengan
sekian modelnya pun demikian adanya, menjadi jalan pintas ‘mencari rizki’ yang
diharamkan oleh Allah l dan Rasul-Nya. Allah l berfirman:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَاْلأَنْصَابُ
وَاْلأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُونَ. إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ
وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللهِ وَعَنِ
الصَّلاَةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ
“Hai orang-orang
yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkurban) untuk berhala,
mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan.
Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kalian mendapat keberuntungan.
Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di
antara kalian lantaran (meminum) khamr dan berjudi itu, serta menghalangi
kalian dari mengingat Allah l dan shalat. Maka berhentilah kalian (dari
perbuatan itu).” (Al-Ma`idah: 90-91)
Demikian pula
mencari rizki dengan cara mencuri, merampok, korupsi, dan sejenisnya. Semua itu
diharamkan oleh Allah l dan Rasul-Nya.
Demikianlah di
antara fenomena yang terjadi di tengah hiruk pikuknya kehidupan mencari rizki.
Lalu, dari jenis pribadi yang manakah kita? Dan dari jenis yang bagaimanakah
hakikat pekerjaan yang kita jalani? Marilah kita mengintrospeksi diri!!
Keharusan
Mencari Rizki yang Halal
Para pembaca
yang mulia, sesungguhnya mencari rizki yang halal merupakan perbuatan yang
diperintahkan Allah l, sebagaimana pula mencari rizki dengan cara yang haram
merupakan perbuatan yang dilarang oleh Allah l. Semua itu tentunya demi
kebaikan dan keberkahan hidup para hamba-Nya baik di dunia maupun di akhirat. Namun,
ketidaksabaran seseorang atas ujian yang menimpanya seringkali menjerumuskannya
ke dalam murka Allah l. Dalam hal mencari rizki misalnya; manakala seseorang
merasa sudah maksimal dalam mencari rizki, namun ternyata hasil yang didapat
masih belum mencukupi kebutuhannya. Tak jarang dalam kondisi ‘kepepet’ semacam
ini –seiring dengan lemahnya iman– akhirnya ia ikuti langkah-langkah setan yang
diharamkan Allah l dan Rasul-Nya n, seraya mengatakan: “Mencari yang halal itu
susah banget!” Lebih ekstrim lagi, terkadang keluar dari mulutnya ucapan:
“Mencari yang haram saja susah, apalagi yang halal!” Wallahul musta’an.
Allah l telah
memperingatkan mereka dalam firman-Nya:
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي اْلأَرْضِ حَلاَلاً طَيِّبًا وَلاَ
تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Hai sekalian
manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan
janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan; karena setan itu adalah musuh
yang nyata bagi kalian.” (Al-Baqarah: 168)
Demikian pula
Baginda Rasul n pernah mengingatkan umatnya tentang seseorang yang tumbuh dan
berkembang dari harta yang haram, doanya tak lagi didengar dan dikabulkan oleh
Allah l. Bagaimanakah bila Allah l tidak mau mendengar dan mengabulkan doanya?!
Rasulullah n bersabda:
أَيُّهَا
النَّاسُ! إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا. وَإِنَّ اللهَ
أَمَرَ الْمُؤْمِنِيْنَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِيْنَ. فَقَالَ: {يَآ
أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِِنِّي بِمَا
تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ}. فَقَالَ: {يَآ أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ
طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ}. ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيْلُ السَّفَرَ،
أَشْعَثَ أَغْبَرَ، يَمُدُّ يَدَيْهِِِ إِلَى السَّمَاءِ: يَا رَبِّ! يَا رَبِّ!
وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ، وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ، وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ، وَغُذِيَ
بِالْحَرَامِ، فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذلِكَ؟
“Hai sekalian
manusia, sesungguhnya Allah itu Maha Baik (Suci) tidaklah menerima kecuali
sesuatu yang baik. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan orang-orang yang
beriman dengan apa yang telah Allah l perintahkan kepada para Rasul. Allah l
berfirman: ‘Hai para Rasul, makanlah dari segala sesuatu yang baik dan beramal
shalihlah, sesungguhnya Aku Maha Mengetahui segala apa yang kalian kerjakan.”
(Al-Mukminun: 51) Dia juga berfirman: ‘Hai orang-orang yang beriman makanlah
dari segala sesuatu yang baik, yang telah kami rizkikan kepada kalian’.”
(Al-Baqarah: 172) Kemudian Rasulullah n menyebutkan tentang seorang laki-laki
yang sedang melakukan perjalanan jauh (safar), dalam kondisi rambutnya kusut
masai dan tubuhnya dipenuhi debu, lalu menengadahkan tangannya ke langit
(seraya) berdoa: ‘Ya Rabbi, ya Rabbi!’ Sementara makanannya dari hasil yang
haram, minumannya dari hasil yang haram, pakaiannya pun dari hasil yang haram,
dan (badannya) tumbuh berkembang dari hasil yang haram. Maka mana mungkin
doanya akan dikabulkan oleh Allah l?” (HR. Muslim dalam Shahih-nya, dari
shahabat Abu Hurairah z, hadits no. 1015 )
Asy-Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin t berkata: “Seorang laki-laki (yang disebutkan
dalam hadits di atas, pen.) mempunyai empat kriteria: Pertama: Bahwasanya dia
sedang melakukan perjalanan (safar) yang jauh, dan safar merupakan salah satu
momentum dikabulkannya sebuah doa. Kedua: Rambutnya acak-acakan dan tubuhnya
dipenuhi oleh debu…, ini juga merupakan salah satu sebab dikabulkannya sebuah
doa. Ketiga: Menengadahkan tangannya ke langit, dan ini pun merupakan salah
satu sebab dikabulkannya sebuah doa. Keempat: Dia berdoa dengan menyeru: “Ya
Rabbi! Ya Rabbi!, yang merupakan tawassul dengan kekuasaan (rububiyyah) Allah
l. Ini pun salah satu sebab dikabulkannya sebuah doa. Namun ternyata doanya tak
dikabulkan oleh Allah l, karena makanannya dari hasil yang haram, pakaiannya
dari hasil yang haram, dan (badannya) pun tumbuh berkembang dari hasil yang
haram.” (Diringkas dari Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyyah, karya Asy-Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin)
Subhanallah…betapa
besarnya pengaruh makanan, minuman, dan pakaian yang didapat dengan cara haram
bagi kehidupan seseorang. Doa dan permohonannya tak lagi didengar oleh Allah l.
Lalu, kemanakah dia akan mengadukan berbagai problematikanya?! Dan kepada
siapakah dia akan meminta perlindungan dan pertolongan?! Betapa meruginya dia…
Betapa sengsaranya dia, manakala Allah Rabb semesta alam ini telah berlepas
diri darinya. Adakah yang mau mengambil pelajaran?!
Para pembaca
yang mulia, merupakan kewajiban bagi seorang muslim di tengah hiruk pikuknya
kehidupan mencari rizki ini, untuk mengimani bahwa rizki itu datangnya dari
Allah Dzat Yang Maha Pemberi Rizki (Ar-Razzaq), yang kepunyaan-Nya-lah seluruh
perbendaharaan langit dan bumi. Allah l berfirman:
لَهُ
مَقَالِيدُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ
وَيَقْدِرُ إِنَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Kepunyaan-Nya
lah perbendaharaan langit dan bumi; Dia melapangkan rizki bagi siapa yang
dikehendaki-Nya dan menyempitkan(nya). Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala
sesuatu.” (Asy-Syura: 12)
Dialah Allah l
yang keluasan kasih sayang-Nya membentangkan segala kemudahan bagi hamba-Nya
untuk mencari rizki dan karunia-Nya. Allah l berfirman:
وَجَعَلْنَا
النَّهَارَ مَعَاشًا
“Dan Kami
jadikan siang untuk mencari sumber penghidupan.” (An-Naba`: 11)
فَإِذَا
قُضِيَتِ الصَّلاَةُ فَانْتَشِرُوا فِي اْلأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللهِ
وَاذْكُرُوا اللهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Apabila telah
ditunaikan shalat (Jum’at), maka bertebaranlah kalian di muka bumi; dan carilah
karunia (rizki) Allah, dan ingatlah selalu kepada Allah agar kalian beruntung.”
(Al-Jumu’ah: 10)
Dia-lah Allah l,
Dzat Yang Maha Menentukan rizki tersebut (dengan segala hikmah dan
keilmuan-Nya) atas segenap makhluk-Nya, sesuai dengan bagiannya masing-masing.
Allah l berfirman:
وَاللهُ
فَضَّلَ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الرِّزْقِ
“Dan Allah l
melebihkan sebagian kalian atas sebagian yang lain dalam hal rizki.” (An-Nahl:
71)
Demikianlah
keagungan Allah l Ar-Razzaq, dengan segala kekuasaan-Nya. Maka dari itu, sudah
seyogyanya bagi seorang muslim untuk bersabar dan tidak putus asa dalam mencari
rizki yang halal di tengah krisis ekonomi dan keterpurukan moral dewasa ini.
Sebagaimana pula ia harus selalu bersyukur manakala usahanya (yang halal)
membuahkan hasil sesuai harapan. Karena semua itu tak lepas dari kebijaksanaan
dan keadilan Allah l Dzat Yang Maha Adil lagi Maha Bijaksana.
Penutup
Pembaca yang
mulia, dari bahasan di atas dapatlah disimpulkan bahwa:
1. Kehidupan
dunia ini merupakan medan tempaan dan ujian (darul ibtila`) yang membutuhkan
kesabaran yang tinggi.
2. Tempaan dan
ujian itu beragam bentuknya. Bisa berupa ketakutan, kelaparan, kemiskinan,
ditinggal wafat orang-orang yang dicintai, kekurangan bahan makanan, dan lain
sebagainya.
3. Orang-orang
yang mempunyai kesabaran tinggi di medan tempaan dan ujian itu, merekalah
sejatinya golongan yang sukses di dunia dan akhirat.
4. Termasuk
bagian dari kesabaran yang dapat mengantarkan seseorang kepada kesuksesan hidup
adalah berpegang teguh dengan norma-norma agama di tengah hiruk pikuknya
kehidupan mencari rizki, khususnya di tengah krisis ekonomi dan keterpurukan
moral dewasa ini.
5. Di tengah
hiruk pikuk itu ada berbagai macam jenis orang:
– Ada
orang-orang yang ambisinya untuk menumpuk harta pun amat besar, sehingga
segenap waktu dan umurnya habis dipergunakan untuk mengais rizki. Tak ayal jika
aktivitasnya itu kemudian melalaikannya dari mengingat Allah l (dzikrullah),
shalat lima waktu dan kewajiban lainnya.
– Ada pula
orang-orang yang gelap mata dan buta hati dalam mencari rizki. Mereka tak lagi
memerhatikan halal haram, sehingga nyaris jiwa dan raganya (dan juga
keluarganya) tumbuh dari harta syubhat bahkan dari harta haram.
– Ada pula
orang-orang yang konsisten dalam menjaga jati dirinya sebagai insan yang
bertakwa dengan selalu berupaya mencari rizki halal yang diridhai Allah l.
Kelompok pertama
dan kedua (di atas) merupakan orang-orang yang merugi lagi tertipu dengan
kehidupan dunia yang fana ini. Adapun kelompok ketiga, merekalah orang-orang
yang sukses lagi diberkahi kehidupannya oleh Allah l.
6. Mata
pencaharian yang halal merupakan sumber/tonggak keberkahan hidup di dunia dan
di akhirat. Sedangkan yang syubhat atau haram merupakan penghalang dari barakah
Allah l dan penyebab tidak dikabulkannya sebuah doa. Maka dari itu, bila anda
seorang pejabat (sipil/militer), jauhkanlah diri anda dari sumber-sumber rizki
yang syubhat atau haram. Bila anda seorang da’i/mubaligh, janganlah menjual
ayat-ayat Allah l demi meraih seonggok kehidupan dunia. Bila anda seorang
pengusaha, jadilah pengusaha yang jujur. Bila anda seorang karyawan, sopir,
kondektur, tukang becak, penjual asongan, tukang parkir, pelayan toko, dan lain
sebagainya, jadikanlah rizki yang halal lagi barakah sebagai target dari usaha
anda, dan jangan tergiur dengan jumlah yang banyak namun tak mendapat ridha dan
barakah dari Allah l.
8. Bila anda
telah berupaya mencari rizki yang halal lagi barakah namun belum mencukupi
kebutuhan, maka janganlah berputus asa dan gelap mata. Yakinlah bahwa Allah l
adalah Dzat Yang Maha Pemberi Rizki (Ar-Razzaq), dan Dia tidak akan menyia-nyiakan
para hamba yang mendekat kepada-Nya.
Wallahu a’lam
bish-shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar